Kamis, 19 Februari 2009

Ketika Barat Jatuh Cinta pada Sistem Ekonomi Syariah


Tahun 2009 tiba dengan bayang-bayang muram menghiasi wajah dunia. Krisis finansial global masih terus menghantui berbagai negara maju maupun berkembang. Berbagai perusahaan raksasa pun tumbang dan ancaman gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) merebak di mana-mana.

Di tengah krisis yang belum juga berkesudahan itu, ada cahaya yang memancar dari sistem ekonomi syariah. Sistem yang bersumber dari ajaran Ilahi ini terbukti tetap tangguh menghadapi hempasan serangan krisis bertubi-tubi, baik yang terjadi tahun 1998 maupun 2008 dan hingga kini, insya Allah sampai akhir dunia ini.

Keunggulan sistem ekonomi syariah, termasuk bank syariah, tidak hanya diakui oleh para tokoh di negara-negara yang mayoritas penduduknya Muslim. Ketahanan sistem ekonomi syariah terhadap hantaman krisis keuangan global telah membuka mata para ahli ekonomi dunia. Banyak di antara mereka yang lalu melakukan kajian mendalam terhadap perekonomian yang berlandaskan prinsip-prinsip syariah.

Tidak hanya itu, sejumlah negara di Eropa -- seperti Inggris, Jerman dan Perancis -- dan Amerika pun mulai mengadopsi sistem keuangan syariah ini. Mereka kini ramai-ramai mendirikan Unit Usaha Syariah (UUS), bahkan Bank Umum Syariah (BUS). Salah satunya adalah Inggris.

Berdasarkan studi sebuah organisasi independen yang mewakili industri pelayanan keuangan Inggris, International Financial Services London (IFSL), keuangan syariah tidak terkena dampak besar terhadap krisis ekonomi global. Pasalnya, keuangan syariah tidak menggunakan instrumen derivatif seperti halnya keuangan konvensional. Meski keuangan syariah juga memiliki risiko, namun syariah jauh dari ketidakpastian atau gharar. Seluruh perjanjian jual beli tidak berlaku bila objek perjanjian tidak pasti dan tidak transparan.

Jika terkena risiko, maka keuangan syariah akan berbagi risiko tersebut. Di bidang ritel, nasabah dan bank membagi risiko dari segala investasi sesuai dengan peraturan yang telah disetujui serta membagi keuntungan yang didapat. Melihat kedigdayaan keuangan syariah tersebut, kini Inggris mulai melirik sistem keuangan syariah ini. Di negara asal ekonom besar Adam Smith ini, industri syariah telah masuk ke banyak sektor kehidupan, termasuk kredit perumahan. Para nasabah yang kebanyakan non-Muslim merasa perlu mengambil kredit mortgage-nya melalui sistem syariah. Hal ini terjadi karena mereka tertarik dengan transparansi dan stabilitas bisnis perbankan syariah setelah kehancuran bank-bank konvensional akibat krisis properti, subprime mortgage.

Seorang warga Inggris asal Pakistan, Shabaz Bhatti, mengungkapkan, dirinya akhirnya memutuskan memindahkan kredit rumahnya dari bank konvensional ke bank syariah. Pria berusia 30 tahun ini menginginkan reliabilitas dan mempercayai bahwa sektor keuangan syariah yang sedang tumbuh di Inggris mampu memenuhi keinginannya.''Prosesnya sederhana, langsung dan sangat bagus di mana saat ini suku bunga dapat terus bergerak,'' kata Bhatti sebagaimana dilansir situs csmonitor.com.

Dulu Bhatti adalah nasabah Bank of Kuwait ketika memutuskan membeli rumah senilai 200 ribu dolar AS di distrik London, Croydon. Bank of Kuwait menghargai rumah itu seharga 270 ribu dolar AS berdasarkan perkiraan harga rumah nantinya dan mengatur pembayaran rumah dengan nilai tersebut selama 16 tahun.

Namun sekarang Bhatti merencanakan untuk kembali ke perjanjian tersebut dengan mentransfer kredit rumah miliknya di bank konvensional ke bank syariah. Dengan kondisi ekonomi saaat ini, rencana Bhatti kembali ke bank syariah bukan hanya karena alasan agama. ''Ini merupakan keputusan keuangan karena bank syariah lebih aman dan jelas untuk masa depan,'' kata pria yang bekerja sebagai instruktur sekolah mengemudi ini.

Sementara itu, otoritas Inggris pun berencana menjadi pemerintah Barat pertama yang menerbitkan sukuk sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Sukuk tersebut pun dibuat sesuai dengan prinsip syariah yang melarang pembayaran bunga dan investasi untuk perjudian, alkohol, tembakau, dan pornografi. Itu terjadi seiring dengan peningkatan jumlah masyarakat Barat yang mencari investasi yang bertanggung jawab.

Lebih dari 26 bank di Inggris kini menawarkan produk keuangan syariah, termasuk lembaga besar seperti HSBC. Enam bank syariah telah menyediakan seluruh produk sesuai dengan hukum syariah. Islamic Bank of Britain (IBB) yang merupakan pionir dalam perbankan ritel telah memiliki 64 ribu nasabah dan cabang-cabang di London, Birmingham, dan Manchester. Baru-baru ini IBB meluncurkan kredit rumah dengan harga kompetitif dengan syarat-syarat yang diharapkan mampu menarik nasabah melebihi pasar utamanya, yaitu dua juta jiwa Muslim di Inggris.

Prancis kini juga akan mengembangkan ekononomi syariah. Ini ditandai dengan hadirnya sejumlah investor dari negara-negara Teluk dan Qatar Islamic Bank (QIB). Setidaknya tiga bank telah mengajukan izin operasi di Prancis, yaitu Qatar Islamic Bank, Kuwait Finance House dan Al Baraka Islamic Bank of Bahrain. Perwakilan dari QIB pun telah berkunjung ke Prancis untuk mengurus izin operasi bank.

Pengacara asal Prancis yang menyambut perwakilan QIB, Gilles Saint Marc mengatakan, peraturan perbankan syariah di Prancis telah siap. Setidaknya perizinan dua bank yang mengajukan ke pemerintah pun telah berada dalam tahap akhir. ''Kami menargetkan bank syariah pertama di Prancis telah siap sebelum akhir 2009,'' kata Marc. Marc mengatakan sejumlah bank lain pun telah menyatakan ketertarikannya menjual produk dan layanan syariah. Senat Prancis pun mencari cara untuk mengeliminasi rintangan hukum, khususnya pajak, untuk mengembangkan produk dan pelayanan keuangan syariah.

Menteri Keuangan Perancis, Christine Lagarde pun telah berjanji membuat penyesuaian peraturan hukum untuk perbankan syariah. Para pemimpin dunia pun, katanya, mencoba mencari prinsip baru untuk sistem keuangan internasional yang memiliki transparansi, tanggung jawab, dan moderat.

Sementara itu, bank syariah juga mulai berkembang di Amerika Serikat. Penerapan prinsip syariah yang tak mengenakan bunga pada pembiayaannya diterapkan oleh sebuah bank kecil di Michigan, AS bernama University Islamic Financial. Secara khusus bank tersebut memberikan pembiayaan sesuai dengan nilai syariah. Ini berarti bank tersebut tak menarik bunga dan tak ada transaksi yang memiliki risiko tinggi. ''Jika anda menggunakan pembiayaan sesuai prinsip Islam maka anda tak akan terkena krisis,'' kata Direktur University Islamic Financial Corp, John Sickler, sebagaimana dilansir dari startribune.com.

University Islamic Financial memiliki dua tipe pembiayaan, yaitu penjualan dengan cicilan dan sewa. Upah yang didapat dari pembiayaan tersebut sebanding dengan pembayaran bunga pada pinjaman tradisional. Saat krisis mengguncang perekonomian AS, sejumlah pakar di departemen keuangan negara adidaya tersebut juga mempelajari berbagai fitur penting perbankan syariah.

Saat itu pemerintah AS memandang perlu untuk membahas efektivitas sistem perbankan syariah dalam kondisi krisis keuangan global. Prinsip-prinsip syariah yang diterapkan dalam operasi bank syariah membuat sistem ini tak terkena dampak besar dari krisis ekonomi yang terjadi. Nilai-nilai Islam yang melarang transaksi perbankan syariah dari hal-hal berbau ribawi, maksiat, perjudian dan ketidakpastian menjadi keunggulan perbankan syariah. jar/yto/www.republika.co.id

0 komentar:

Posting Komentar

Program Affiliate Indowebmaker

Pengikut

 

Investasi dan Bisnis. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Two Church theme by Brian Gardner Converted into Blogger Template by Bloganol dot com